Bismillah...
Syaqiq al-Asadi wafat seiring dengan berakhirnya masa sebaik-baik generasi yang pertama, kemudian muncullah khalifah terpimpin yang kelima iaitu 'Umar ibnu 'Abdul Aziz berperan sebagai teladan.
Sejarah hidupnya diceritakan oleh isterinya iaitu Fatimah binti 'Abdul Malik melalui ungkapan berikut:
Ia telah mencurahkan semua waktunya untuk kaum Muslimin dan hatinya selalu memikirkan urusan mereka. Apabila sampai di petang hari sedang urusan siang ahrinya belum dapat diselesaikannya maka ia melanjutkan sampai malam hari.
Dengan demikian 'Umar telah membuat keteladanan bagi da'i Muslim apabila dia ingin bersikap jujur dengan dakwahnya dan menunaikan amanah yang dibebankan kepadanya.
Kejujuran seorang da'i ialah bilamana ia dapat menghidupkan kembali pola kehidupan 'Umar dan memusatkan perhatian dirinya untuk kepentingan kaum Muslimin. Ia tidak melakukan aktiviti keduniaan melainkan sekadar untuk memenuhi tuntutan memberi nafkah anak-anaknya. Lalu ia mencurahkan hatinya untuk urusan penting sehingga tiada yang terlintas di dalam benaknya kecuali memikirkan kepentingan dakwah.
Pernah teman-teman lama 'Umar datang kepadanya lalu mereka mengingankan agar 'Umar mengadakan suatu pertemuan dengan mereka guna bernostalgia seraya berkata:
"Seandainya engkau memberikan waktu luangmu untuk kami"
'Umar menjawab, "Di manakah ada waktu luang? Waktu luang telah pergi dan tiada waktu luang lagi kecuali di sisi Allah." [Thabaqat Ibn Sa'd 5/397]
'Umar mengajarkan hal ini kepada tiap orang yang menekuni bidang dakwah sesudahnya apabila teman-teman lamanya mengajaknya untuk membuang-buang waktu.
Orang sukses yang berkeliling berjalan kaki seraya membawa tas ilmu:
Murid-murid Imam Ahmad ibnu Hanbal dan para pengikut madzhabnya, sepeninggalnya sentiasa menggunakan berbagai alat peraga dalam aktiviti tarbiyah dan pembinaan mereka. Kerana sesungguhnya keadaan mereka sebagaimana yang dikatakan oleh ulama fiqh ahli nahu Ibnu 'Aqil:
"Kesungguhan telah menguasai diri mereka dan mereka jarang melakukan senda gurau"
Di antara murid-muridnya adalah al-Hafiz al-Imam seorang ulama fiqh, ahli zuhud dan ahli hadis iaitu Ishaq ibnu Mansur yang dikenal dengan panggilan al-Kausaj, guru Imam Bukhari, Imam Muslim dan ulama hadis lainnya. Ia tinggal di Naisabur, Khurasan lalu berangkat ke Baghdad dan mencatat dari Imam Ahmad banyak masalah fiqh lalu ia pulang ke Naisabur.
Setelah mendengar bahawa Imam Ahmad meralat sebahagian pendapatnya, maka ia memasukkan catatan itu ke ke dalam tas (beg) kemudian ia memanggulnya di atas bahunya dan pergi menemui Imam Ahmad dengan jalan kaki dari Naisabur ke Baghdad. Sebelum itu ia telah menulis komentarnya pada tiap-tiap masalah yang pernah ditanyakannya kepada Imam Ahmad. Setelah ia memaparkan hal itu kepada Imam Ahmad, ternyata Imam Ahmad mengakui kebenarannya dan merasa kagum dengan upaya yang telah dilakukannya. [Tazkirat al-Huffaz, adz-Zahabi 2/254]
Sedang seseorang di antara kita sekarangduduk di atas kerusinya dan di sebelahnya terdapat kitab Musnad Imam Ahmad yang telah dicetak, dikoreksi, dijilid dan dihiasi dengan tinta emas, akan tetapi ia malas membacanya.
p/s ana tengah duduk atas kerusi dan ada banyak kitab/buku kat sebelah ni tapi diri ini malas sekali nak membacanya. Allah...
Kuchiyose no jutsu! Habis dah...