Friday, October 24, 2008

Bukan Hanya Salah Firaun

Firaun betah bercokol di atas takhtanya, kerana rakyatnya tak sanggup berkata "tidak" atas kezaliman dan kediktatorannya. Umat yang bisu dan tuli selalu potensial melahirkan firaun-firaun yang baru.

Firaun. Setiap zaman mengenang nama besar itu. Bukan nama indah tapi amat populer. Al-Quran menyebutnya sebanyak 74 kali. Semuanya lekat dengan kebengisan, kekejaman, tirani, kecongkakan dan sederet label jahat lainnya. Kalaupun dianggap "berjasa", jasanya adalah membiarkan Musa as hidup dan mempertemukan Rasul Allah itu dengan tukang sihir kerajaan. Pertemuan yang mengantarkan para tukang sihir itu pada keimanan yang benar.

Tanpa mengenal ampun, firaun menebar teror. Akibatnya, ratusan bayi tewas mengenaskan. Ribuan rakyat terampas kemerdekaannya. Namun semua itu tak seberapa bila dibandingkan dengan puncak kezalimannya, ketika ia mengklaim bahawa dirinya yang berhak mendapat loyalitas, kepatuhan dan ketaatan. Tidak boleh ada sesuatu terjadi tanpa perkenan dan izinnya. Bahkan hak berakidah yang merupakan hak asasi manusia, lenyap atas nama kepatuhan dan loyalitas pada sang penguasa. "Adakah kalian beriman kepada Musa sebelum aku izinkan kalian untuk itu?" bentak firaun pada para tukang sihir saat mengetahui keimanan mereka. Sikap itu dipertegas dengan pernyataan, "Akulah tuhan kalian yang paling tinggi." (QS An-Naziat:24)

Akar dari segala kejahatan firaun adalah sikap melampaui batas (thugyan). "Pergilah kepada firaun, sesungguhnya ia melampaui batas," firman Allah SWT (QS An-Naziat:17). Sikap melampaui batas itu adalah akibat ia menganggap dirinya serba cukup: cukup pujian, cukup kekuatan, cukup kepatuhan dari bawahan, cukup loyalitas dan seterusnya. "Ingatlah sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas. Kerana melihat dirinya berkecukupan," (QS Al-Alaq:6-7)

Mengapa firaun sampai menganggap dirinya serba cukup, paling hebat dan paling kuat? Bagaimana ia berani bertindak melampaui batas-batas nurani dan kemanusiaan? Di satu sisi menjadi binatang, di sisi yang lain menjadi "tuhan"? Bukankah dulu pernah ada Raja Sulaiman yang walaupun kekuasaannya amat besar tapi tak membuatnya arogan. Begitu juga dengan Ratu Balqis. Kerajaannya yang besar tak membuatnya merasa menjadi tuhan. Mengapa?

Al-Quran telah memberikan jawapan atas pertanyaan itu. Ternyata ornag-orang di sekitarnyalah yang membuat firaun merasa serba cukup, paling hebat sekaligus penguasa nan tak tertandingi. Memang firaun bukanlah orang shalih. Tapi segala kejahatan firaun mungkin takkan jadi besar jika ada orang yang berani mengatakan "tidak". "Maka ia merendahkan kaumnya lalu mereka patuh kepadanya" (QS Az-Zukhruf:54)

Kekejian firaun adalah berperilaku diktator dan berobsesi menjadi satu-satunya pihak yang harus dipatuhi. Sedangkan kedegilan para pendukungnya adalah tidak berani menolak segala titah firaun betapapun busuknya. Kejahatan firaun adalah serakah dan kejahatan orang-orang di sekitarnya adalah meluluskan segala kehendak firaun. Kecongkakan firaun adalah memperbudak rakyat jelata. Namun kebodohan rakyat adalah membiarkan dirinya dalam keadaan layak dijajah dan diperbudak. Selain menista firaun, Allah SWT juga mengecam para pendukungnya sebagai orang-orang fasik. "Kerana sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik" (QS Az-Zukhruf:54)

Para tukang sihir turut memerangi Nabi Musa as kerana ia dijanjikan kedudukan dan posisi yang menggiurkan. "Dan para tukang sihir itu datang kepada firaun (lalu) berkata,"(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapatkan upah jika kami yang menang?" Firaun menjawab,"ya dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang yang didekatkan (kepadaku)" (QS Al-A'raaf:113-114)

Dalam rangka itu pula, para pegawai firaun sering memanas-manasi firaun. "Berkatalah para pembesar dari kaum firaun (kepada firaun),"Apakah engaku membiarkan Musa dan kaumnya membuat kerosakan di negeri ini dan meninggalkan engkau dengan tuhanmu?" (QS Al-A'raaf:127). Kerana merasa mendapat dukungan itulah firaun mengatakan,"Akan kita bunuh anak laki-lai mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka dan sesunguhnya kita berkuasa penuh atas mereka" (QS Al-A'raaf:127)

Orang-orang semacam itu dengan segala kepentingannya, berhasil menciptakan suasana kondusif bagi firaun untuk merasa serba cukup. Buktinya, ketika firaun merasa tak punya lagi kekuatan, ketika tak ada lagi orang yang memuja-mujinya, ketika tak ada lagi orang yang berkorabn untuknya dan ketika nyawanya di ujung tenggorokan, ia mengakui bahawa dirinya bukanlah tuhan. Ia pun hendak beriman kepada Allah. "Dan Kami memungkinkan Bani Israel melintas laut, lalu mereka diikuti oelh Firaun dan bala tenteranya kerana hendak menganiaya dan menindas (mereka), hingga ketika firaun hampir tenggelam, berkatalah ia,"Aku percaya bahawa tiada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercaya oleh Bani Israel dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri)" (QS Yunus:90)

Kualitas pemimpin sebuah negara tak bisa dipisah dari kualitas rakyatnya. Rakyat yang penjudi, perampok dan pelacur dan senang pada segala bentuk penyimpangan, takkan mau dipimpin oleh orang yang bersih dan jujur. "Seperti apa (kualitas) kalian, maka (oleh orang yang berkualitas) seperti itulah kamu akan dipimpin" sabda Rasulullah saw.

Setiap orang punya potensi untuk menjadi firaun. Apalagi ketika orang tersebut beroleh jabatan. kedudukan dan kekuasaan. Sebab, setiap manusia punya potensi untuk berlaku melampaui batas. "Ingatlah, sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas". Pada gilirannya kemudian, ada orang yang mental pembangkangnya tumbuh dan berkembang dan ada pula yang terneutralisasi. Pujian dan kultus adalah modal yang lebih dari cukup bagi seseorang untuk merasa hebat.

Kerananya, mempersiapkan pemimpin masa depan tidak bisa dilepaskan dari projek mempersiapkan rakyat masa depan. Dari sisi ini, jelas tugas para pengemban dakwah, baik peribadi mahupun kelompok, tidaklah ringan. Kerananya, alangkah bijak jika segala potensi dan energi yang dimiliki para aktivis dakwah hari ini diarahkan untuk mencetak umat generasi baru dengan mental yang baru pula. Dan bukan untuk bertikai saling rebut lahan dan pengaruh.

Rakyat masa depan haruslah manusia yang memiliki jiwa merdeka, bermental anti-penjajahan dan memiliki nurani tangguh untuk mengekspresikan kebenaran. "Syetan bisu" adalah julukan yang diberikan Rasulullah saw kepada orang yang tidak berani mengatakan "Hai Si Zalim!!" pada orang yang berbuat zalim. Jika ini gagal, maka firaun-firaun takkan berhenti bermunculan.

Wallahua'lam

Bukan Hanya Salah Firaun
Kumpulan Ibroh Majalah Islam Sabili
QalaMas

0 shuriken:

Template by - paley_11 | Daya Earth Blogger Template